pakpakbangkit.com - Marga Berasa atau Barasa mendeklarasikan, Marga Berasa bukanlah bagian dari Parna (Pomparan Raja Naiambaton).
Deklarasi, digelar Sabtu 22 Agustus 2020 di Tugu Baras di Lae Ardan, Parlilitan.
Deklarasi juga dihadiri, Kepala Desa Sion Toruan, Muspika Kecamatan Parlilitan, Dinas Kesehatan (Bides), Lembaga sienem kodin Sirintua, kula-kula Sibagot ni Pohan, Kula-kula tuan mahoda raja si enem kodin, kula-kula Munthe Tua, Ketua Umum Mpu Bada se-Jabodetabek dan tokoh masyarakat.
Ketua Sionom Hudon Toruan, Dispen Barasa mengakui bahwa Marga Berasa (Barasa) bukanlah masuk Marga Parna. “Berasa atau Barasa bukan ternasuk Parna,” tegasnya, diLae Ardan, Sabtu, (22/8/2020)
Robinson Banurea juga membacakan deklarasi Tarombo Mpu (Ompu) Bada Sitanlae di Lae Ardan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara.
Berikut Bunyi Deklarasi Tarombo Mpu Bada Sitanlae; (Tanjung Sori, Sileangleang, Lae Ardan,)
"Kami Marga Berasa tinggal di Tanah Leluhur, Pakpak Klasen di Sitanlae (Tanjung Sori, Sileangleang, Lae Ardan,), Desa Sion Toruan Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara, Mendeklarasikan Keturunan Mpu Bada bahwa Marga Berasa (Barasa) Bukanlah Parna atau Keturuan Sigalingging," ucapnya.
Perlu kami sampaikan banyak hal untuk memperkuat dalam pernyataan kami, diantaranya;
1. Berasa (Barasa) selalu berbesanan dengan Parna. Artinya, merkula-kula-merberru. (Marhula-hula-marboru-red), sejak nenek moyang kami kembali ke Klasen hingga ke generasi sampai sekarang yaitu keturunan ke-17.
2. Berasa adalah Marga suku Pakpak Kalasen. Bahkan, bahkan, nenek moyang kamilah yang pertama bermukim di Klasen ini. Sementara, marga-marga lain menyusul kemudian. Itulah sebabnya, Berasa (Barasa) ditetapkan sebagai hakim adat atau batu dacik. Satu tempat, yang menjadi kesaksian batu sakti di Kerunggun (Harungguan-red), Desa Sion Runggu.
3. Bahasa yang kami gunakan pada dasarnya, tidak sama dengan bahasa suku lain.
4. Adat kami, pada dasarnya tidak sama dengan suku lain. Adat Pertama, Kula-kula (Hula-hula) memberi Binayu atau sejenis anyaman diberikan kepada berru (boru). Sementara berru (boru) memberikan Olis atau Kain Sarung dan memberikan uang ke kula-kula (Hula-hula). Adat Kedua, jika anak perempuan menikah, ibu yang melahirkan anak perempuan tersebut akan menerima upah atau disebut Todoan. Adat Ketiga, bila ada yang meninggal, maka ada utang yang harus dibayar kepada kula-kula (Hula-hula) disebut Lemba.
5. Makanan tradisi kami yaitu; Pelleng si cina mbara (Nasi lembek dan diatas ada cabe merah). Yang dibuat pada saat, berusaha, syukuran, merantau dan lain-lain. Makanan tradisi ini juga dijumpai di India Selatan.
6. Legenda kepercayaan kuno, yaitu roh kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang dilaksanakan di liang gemok atau sebuah gua. Juga, jika ada orang tua yang meninggal, tulang belulangnya akan dibakar dan abunya dimasukkan ke cawan atau pertulaan, kemuian diletakkan di patung atau disebut Mejan.
7. Kesenian asli, nyanyian wanita disebut Nangen dan nyanyian pria disebut odong-odong. Ini tidak dijumpa di suku lain.
8. Sepanjang pengetahuan kami, hanya enam marga anak keturuan Mpu Bada dari kampung asal yaitu Lebbuh Tua, yaitu Tendang, Banuarea, Manik, Beringin, Gajah dan Berasa. Sementara putrinya, Permasuari yaitu ibu dari Boang Manalu dan Bancin.
Demikian Dekalarasi ini kami sampaikan, kiranya dapat diteruskan sampai kepada cucu-cucu kami dari generasi ke generasi. Kami sadar, belumlah sempurna dalam penulisan kami. Namun, kami berharap dengan kebersamaan kita, saling melengkapi di hari -hari yang akan datang seluruh keturunan Mpu Bada.
Lae Ardan, 22 Agustus 2020
Atas Nama Berasa si Tading i Lebbuh.
Ketua : Lismer Berasa
Sekretatis : Benget Barasa
Deklarasi, digelar Sabtu 22 Agustus 2020 di Tugu Baras di Lae Ardan, Parlilitan.
Deklarasi juga dihadiri, Kepala Desa Sion Toruan, Muspika Kecamatan Parlilitan, Dinas Kesehatan (Bides), Lembaga sienem kodin Sirintua, kula-kula Sibagot ni Pohan, Kula-kula tuan mahoda raja si enem kodin, kula-kula Munthe Tua, Ketua Umum Mpu Bada se-Jabodetabek dan tokoh masyarakat.
Ketua Sionom Hudon Toruan, Dispen Barasa mengakui bahwa Marga Berasa (Barasa) bukanlah masuk Marga Parna. “Berasa atau Barasa bukan ternasuk Parna,” tegasnya, diLae Ardan, Sabtu, (22/8/2020)
Robinson Banurea juga membacakan deklarasi Tarombo Mpu (Ompu) Bada Sitanlae di Lae Ardan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara.
Berikut Bunyi Deklarasi Tarombo Mpu Bada Sitanlae; (Tanjung Sori, Sileangleang, Lae Ardan,)
"Kami Marga Berasa tinggal di Tanah Leluhur, Pakpak Klasen di Sitanlae (Tanjung Sori, Sileangleang, Lae Ardan,), Desa Sion Toruan Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara, Mendeklarasikan Keturunan Mpu Bada bahwa Marga Berasa (Barasa) Bukanlah Parna atau Keturuan Sigalingging," ucapnya.
Perlu kami sampaikan banyak hal untuk memperkuat dalam pernyataan kami, diantaranya;
1. Berasa (Barasa) selalu berbesanan dengan Parna. Artinya, merkula-kula-merberru. (Marhula-hula-marboru-red), sejak nenek moyang kami kembali ke Klasen hingga ke generasi sampai sekarang yaitu keturunan ke-17.
2. Berasa adalah Marga suku Pakpak Kalasen. Bahkan, bahkan, nenek moyang kamilah yang pertama bermukim di Klasen ini. Sementara, marga-marga lain menyusul kemudian. Itulah sebabnya, Berasa (Barasa) ditetapkan sebagai hakim adat atau batu dacik. Satu tempat, yang menjadi kesaksian batu sakti di Kerunggun (Harungguan-red), Desa Sion Runggu.
3. Bahasa yang kami gunakan pada dasarnya, tidak sama dengan bahasa suku lain.
4. Adat kami, pada dasarnya tidak sama dengan suku lain. Adat Pertama, Kula-kula (Hula-hula) memberi Binayu atau sejenis anyaman diberikan kepada berru (boru). Sementara berru (boru) memberikan Olis atau Kain Sarung dan memberikan uang ke kula-kula (Hula-hula). Adat Kedua, jika anak perempuan menikah, ibu yang melahirkan anak perempuan tersebut akan menerima upah atau disebut Todoan. Adat Ketiga, bila ada yang meninggal, maka ada utang yang harus dibayar kepada kula-kula (Hula-hula) disebut Lemba.
5. Makanan tradisi kami yaitu; Pelleng si cina mbara (Nasi lembek dan diatas ada cabe merah). Yang dibuat pada saat, berusaha, syukuran, merantau dan lain-lain. Makanan tradisi ini juga dijumpai di India Selatan.
6. Legenda kepercayaan kuno, yaitu roh kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang dilaksanakan di liang gemok atau sebuah gua. Juga, jika ada orang tua yang meninggal, tulang belulangnya akan dibakar dan abunya dimasukkan ke cawan atau pertulaan, kemuian diletakkan di patung atau disebut Mejan.
7. Kesenian asli, nyanyian wanita disebut Nangen dan nyanyian pria disebut odong-odong. Ini tidak dijumpa di suku lain.
8. Sepanjang pengetahuan kami, hanya enam marga anak keturuan Mpu Bada dari kampung asal yaitu Lebbuh Tua, yaitu Tendang, Banuarea, Manik, Beringin, Gajah dan Berasa. Sementara putrinya, Permasuari yaitu ibu dari Boang Manalu dan Bancin.
Demikian Dekalarasi ini kami sampaikan, kiranya dapat diteruskan sampai kepada cucu-cucu kami dari generasi ke generasi. Kami sadar, belumlah sempurna dalam penulisan kami. Namun, kami berharap dengan kebersamaan kita, saling melengkapi di hari -hari yang akan datang seluruh keturunan Mpu Bada.
Lae Ardan, 22 Agustus 2020
Atas Nama Berasa si Tading i Lebbuh.
Ketua : Lismer Berasa
Sekretatis : Benget Barasa