Ilustrasi paramedis. Foto/Istimewa |
Menurut Pasal 1 angka 3 UU Penanggulan Bencana, penyebaran virus Corona sendiri digolongkan sebagai bencana non alam. "Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antar lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Virus Corona (Covid-19) termasuk pada bencana non alam "epidemi".
Sudah hampir 3 bulan ini negara-negara didunia disibukkan oleh virus yang sangat mematikan tersebut, serta proses penyebarannya pun begitu mudah dan secepat kilat. Bahkan sudah ada negara yang menerapkan "Lockdown". Merujuk pada defenisi kamus Merriam Webster, Lockdown memiliki arti mengurung warga atau sebagian warga untuk sementara demi menjaga keamanan. Lockdown juga diartikan sebagai tindakan darurat dimana orang-orang dicegah meninggalkan atau memasuki suatu kawasan untuk sementara demi menghindari bahaya. Negara-negara yang telah menerapkan Lockdown; China, Italia, Perancis, Inggris, India bahkan negara jiran Malaysia pun sudah menerapkan Lockdown ini.
Nah yang menjadi pertanyaan, siapakah yang menjadi garda terdepan dan langsung bersentuhan dengan virus mematikan ini? Ya, mereka ini adalah paramedis. Baik itu dokter maupun para perawat yang siap merelakan keselamatan nyawanya demi menolong orang-orang yang terdampak atau terjangkiti oleh virus yang lebih dikenal dengan Covid-19 ini.
Negara Indonesia hingga hari Kamis, 26 Maret 2020 jumlah pasien positif terinfeksi virus Corona (Covid-19) mengalami penambahan sekitar 103 pasien dari hari sebelumnya, yakni menjadi 893 orang. Dengan catatan korban meninggal 78 orang, dan jumlah pasien yang sembuh 35 orang. Begitulah yang diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam keterangan persnya, di gedung BNPB di Jakarta, Kamis (26/3).
Untuk Pakpak Bharat sendiri memang hingga hari ini, belum ada warga yang dinyatakan positif virus Corona (Covid-19). Namun jumlah warga yang ditetapkan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) mencapai 70 orang. Tentu hal ini akan membuat paramedis akan bekerja lebih ekstra agar semua warga di Pakpak Bharat tidak ada yang naik statusnya menjadi PDP (Pasien Dalam Pengawasan).
Namun di balik tanggung jawab yang besar itu sepertinya hak mereka sebagai perawat kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Seluruh paramedis yang bekerja hingga larut malam sepertinya tidak mendapatkan tambahan makanan (Ekstra Fooding) yang cukup. Padahal tubuh mereka sangat rentan tertular penyakit yang berbahaya baik itu bagi mereka sendiri maupun keluarganya. Perlu diketahui bahwa pemberian makanan tambahan ini sebenarnya termasuk dalam komponen non-upah yaitu fasilitas.
Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-07/Men/1990 Tahun 1990 Tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah disebutkan bahwa fasilitas adalah kenikmatan dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, seperti fasilitas kendaraan (antar jemput pekerja), pemberian makanan secara cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, koperasi, kantin dan lain-lainnya. Dan menurut Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dikatakan bahwa pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Merujuk pada ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, mengenai makanan hanya ditemukan pengaturan bahwa perusahaan atau pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib memberikan makanan dan minuman bergizi. Ini berarti perusahaan tempat para pekerja untuk bekerja diwajibkan memberi makanan tambahan (Ekstra Fooding) bagi mereka yang bekerja kurun waktu pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Untuk Pakpak Bharat sendiri, terlebih saat ini fokus pemerintah daerah adalah bagaimana agar penyebaran Virus Corona (Covid-19) agar tidak meluas maka paramedis dituntut bekerja siang dan malam, baik itu di Puskesmas yang melakukan pelayanan 24 jam maupun rumah sakit yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salak. Yang menurut informasi bahwa paramedis yang bekerja di RSUD Salak tidak mendapatkan makanan tambahan (Ekstra Fooding) dari pemerintah daerah. Sungguh ironis memang, dimana paramedis baik itu dokter, perawat, atau bidan serta penunjang kesehatan lainnya bekerja sekuat tenaga namun ada hak mereka yang telah diatur oleh undang-undang diabaikan oleh pemerintah.
Padahal pemerintah pusat akan memberikan santunan kematian hingga Rp 300 juta bagi paramedis yang meninggal saat bekerja untuk menangani virus Corona (Covid-19). Dokter spesialis akan diberikan Rp15 juta, dokter umum dan dokter gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta, seperti itulah kata Presiden Jokowi dalam keterangannya di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta, Senin 23 Maret 2020.(Dikutip dari Warta Ekonomi.co.id) Pemberian santunan itu diberikan oleh negara karena paramedis yang merupakan ujung tombak penanganan pasien suspect maupun yang positif penyakit COVID-19.
Namun hal ini berlaku untuk daerah yang telah menyatakan tanggap darurat saja. Baik kita kesampingkan kabupaten Pakpak Bharat, yang mungkin belum dan semoga tidak menjadi daerah tanggap darurat virus Covid-19. Tetapi seharusnya pemerintah daerah sudah memikirkan dan memberikan apa yang menjadi hak pekerja dalam hal ini paramedis baik di Puskesmas yang melakukan pelayanan 24 jam maupun paramedis yang bekerja di RSUD Salak yang bekerja diatas pukul 23.00-07.00 waktu setempat. Bukankah itu juga bagian dari hak mereka dan hal ini sesuai dengan sila ke lima (5) yang berbunyi " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Tulisan: